DMITV.id, JAKARTA – Muhammad Habib Yusra (24 tahun), mahasantri Marhalah Tsaniyah (M2) Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng asal Riau, berhasil mengharumkan nama Indonesia dengan meraih Juara I pada Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025 untuk cabang Fikih. Dalam cabang ini, kitab yang dilombakan adalah Bidayatul Mujtahid. Habib mencatat nilai akhir 977.67, mengungguli peserta lain dari berbagai negara.
Ajang MQK tingkat internasional ini diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia di Pondok Pesantren As’adiyah, Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Tahun 2025 menjadi penyelenggaraan perdana MQK di level internasional, dengan partisipasi peserta dari sepuluh negara Asia Tenggara.
Habib terpilih sebagai wakil Indonesia setelah sebelumnya menjadi finalis lomba Bahtsul Kutub tahun 2023. Ia kemudian mengikuti seleksi nasional yang diadakan di Pesantren Tebuireng dan berhasil lolos bersama tiga peserta lain untuk mewakili Indonesia dalam dua kategori: Fikih dan Tafsir, baik untuk putra maupun putri.
Selama masa persiapan, Habib mendapat bimbingan langsung dari Dr. KH. Achmad Roziqi, Lc., M.H.I, Mudir Ma’had Aly Hasyim Asy’ari yang juga turut mendampingi selama perlombaan berlangsung. “Persiapan saya mulai sekitar tiga bulan lalu, sejak seleksi di bulan Juli. Berdasarkan arahan Mudir (Ma’had Aly Hasyim Asy’ari), saya banyak belajar ta’rif istilah-istilah fikih karena harus paham setiap bab fikih, minimal judulnya. Saya juga mempelajari latar belakang dan pola susunan kitabnya (Bidayatul Mujtahid). Seringkali saya membuka random kitab itu, saya baca dan coba jelaskan. Selain itu, saya juga mempelajari hikmah, maqashid, ushul fiqh, serta penerapan hukum fikih di zaman sekarang,” ungkap Habib menceritakan persiapannya saat ditemui di Wajo, Senin (6/10/2025).
“Selain usaha zahir, saya juga minta doa kepada guru-guru saya, orang tua, dan sahabat,” tambahnya.
Pelaksanaan MQK Internasional dibagi menjadi dua tahap, yaitu penyisihan dan final. Para peserta menyampaikan segala penjelasan menggunakan bahasa Arab. Tiga dewan juri menilai peserta berdasarkan tiga aspek utama: kemampuan bahasa Arab (nahwu-sharaf), penerjemahan dan penguasaan istilah fikih (musthalahat fiqhiyyah), serta kemampuan analisis dan penerapan hukum fikih.
“Alhamdulillah saya bisa menguasai diri ketika lomba berlangsung. Babak penyisihan menurut saya lebih mudah karena pertanyaannya seputar ushul fiqh. Tetapi di final saya cukup kaget ketika dewan juri meminta penjelasan tentang tathbiq (penerapan) fikih di realitas perbankan. Ketika kebingungan, saya melirik pendamping, melihat beliau mengangguk-angguk, itu membuat saya kembali percaya diri,” tutur Habib.
Sebagai Juara I cabang Fikih, Habib menerima medali, plakat penghargaan, dan uang pembinaan. Namun, baginya, penghargaan terbesar adalah kesempatan memperluas wawasan, mempererat silaturahim, dan menjalin persaudaraan dengan santri dari berbagai negara. Selain itu, suka cita juga dirasakan Habib karena dapat membuat orang tua dan para gurunya bangga.
“Saya sudah mondok di berbagai pesantren, dari Riau hingga Tebuireng. Ketika saya berhasil menjadi juara MQK Internasional, saya bahagia karena membuat mereka bangga,” kata Habib.
Atas prestasinya, Habib mendapat apresiasi dari para dosen dan Mudir Ma’had Aly. Ia menilai bahwa penyelenggaraan MQK Internasional ini dapat menjadi perantara yang baik agar kajian kutubut turats khas pesantren yang mendetail dapat mendunia. Melalui adanya perlombaan antar-negara, negara di luar Indonesia akan berusaha menguasai dan menerapkan kajian turats model Indonesia. (Sumber: Kemenag.or.id)