DMITV.id, JAKARTA – Pihak Trans7 melakukan kunjungan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam rangka tabayyun atau klarifikasi atas tayangan yang menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat pesantren. Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak berdialog secara terbuka dan konstruktif untuk mencari solusi terbaik serta memperkuat sinergi dalam mewujudkan media penyiaran yang beretika, berkeadaban, dan berperspektif Islam rahmatan lil ‘alamin.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof. Sudarnoto Abdul Hakim, M.A., menjelaskan bahwa permasalahan ini bukan sekadar persoalan program siaran, tetapi juga menyangkut aspek mendasar terkait sumber daya manusia (SDM) di balik produksi media.
“Kalau persoalannya hanya tayangan, itu seperti kebakaran yang bisa dipadamkan. Tapi kalau sumber masalahnya adalah SDM yang membawa paham intoleran, maka masalah ini akan berulang,” tegas Prof. Sudarnoto, Selasa (21/10/2025).
Ia menambahkan, dalam tayangan yang menjadi sorotan publik, terdapat narasi bernada intoleran dan mengandung kebencian. Karena itu, ia mengingatkan agar media berhati-hati dalam merekrut dan membina SDM yang terlibat dalam proses produksi.
“Kita harus waspada terhadap paham-paham sempit yang bisa masuk melalui media. Ini bukan hanya soal konten, tapi soal ideologi di balik konten itu,” ujarnya.
Sejumlah pimpinan MUI juga mengingatkan bahwa narasi yang menyudutkan tradisi pesantren dapat memicu Islamofobia berbasis budaya, yakni prasangka terhadap praktik keislaman lokal yang telah menjadi bagian dari jati diri bangsa.
“Dari dulu, bahkan sejak zaman Bung Karno, ada pandangan yang menganggap santri itu kolot atau kuno. Narasi semacam ini masih hidup hingga kini. Kalau dibiarkan, bisa menjadi pintu masuk Islamofobia dalam bentuk baru,” ujar salah satu pimpinan MUI.
Sementara itu, Production Director Trans7, Andi Chairil, yang hadir dalam pertemuan tersebut, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan mengakui adanya kekeliruan dalam tayangan yang menyinggung pihak pesantren.
“Kami menyadari adanya kesalahan dan berkomitmen melakukan evaluasi serta perbaikan. Ini menjadi momentum refleksi bagi kami agar ke depan Trans7 lebih berhati-hati dan lebih banyak menampilkan konten yang mencerdaskan serta memperkuat nilai-nilai Islam,” ujarnya.
MUI menyambut baik sikap tabayyun dan keterbukaan tersebut, seraya mendorong agar langkah perbaikan tidak berhenti pada permintaan maaf, tetapi diwujudkan dalam program-program yang edukatif, moderat, dan memperkuat nilai-nilai pesantren serta Islam Nusantara.
“Kalau sudah bertobat, jangan berhenti di situ. Harus ada langkah nyata berupa perbuatan baik yang mencerminkan semangat perbaikan,” tutur Prof. Sudarnoto.
Para pimpinan MUI juga memberikan sejumlah saran konstruktif untuk meredam dampak kasus viral ini di masyarakat. MUI mendorong agar Trans7 tidak hanya menyampaikan klarifikasi, tetapi juga secara aktif membangun komunikasi dengan kalangan pesantren dan ormas Islam untuk meluruskan persepsi publik. Selain itu, media diharapkan dapat menayangkan program-program yang menonjolkan peran santri dan pesantren dalam membangun peradaban bangsa.
Pertemuan tersebut ditutup dengan penegasan bahwa media memiliki tanggung jawab moral untuk menghadirkan informasi yang menyejukkan dan membangun harmoni antarumat. MUI berharap momentum tabayyun ini menjadi awal kerja sama berkelanjutan antara MUI dan Trans7 dalam memperkuat narasi Islam yang damai, toleran, dan berkeadaban di ruang publik.
Pertemuan ini disambut langsung oleh Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsyudi Syuhud, Wakil Sekretaris Jenderal, Buya Amirsyah Tambunan, serta sejumlah pimpinan MUI lainnya. Turut hadir pula Anggota Komisi VIII DPR RI, Bpk. Maman Imanulhaq.
Source: MUI.or.id