DMITV.ID, GAZA — Pesawat-pesawat tempur Israel melancarkan serangan di Gaza pada hari Selasa, menewaskan sedikitnya 26 orang, termasuk anak-anak, menyusul tuduhan Israel terhadap kelompok militan Hamas yang dianggap melanggar gencatan senjata di wilayah Palestina tersebut. Insiden ini menjadi ujian terbaru bagi kesepakatan rapuh yang ditengahi oleh Presiden AS Donald Trump pada awal bulan ini.
Dilansir dari cbc.ca, otoritas kesehatan setempat melaporkan bahwa korban tewas meliputi lima orang yang terkena serangan di sebuah rumah di kamp pengungsi Bureij di Jalur Gaza bagian tengah, empat orang di sebuah gedung di lingkungan Sabra, Kota Gaza, dan lima orang di dalam mobil di Khan Younis, termasuk dua anak-anak. Keterangan tersebut disampaikan oleh Ahmed al-Farra, Kepala Pediatri di rumah sakit Nasser, tempat jenazah dibawa.
Menurut saksi mata, serangan pesawat Israel berlanjut hingga Rabu dini hari di seluruh Jalur Gaza. Saksi mata juga melaporkan adanya serangan di Kota Gaza, dan Mohamed El Saife, videografer lepas CBC di Gaza, turut mendengar jet tempur di area tersebut.
Pelanggaran Gencatan Senjata dan Tuduhan Balik
Pernyataan dari kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya tidak merinci alasan serangan yang direncanakan. Namun, seorang pejabat militer Israel mengatakan kelompok militan tersebut telah melanggar gencatan senjata dengan melancarkan serangan terhadap pasukan Israel di area di bawah kendali Israel. “Ini adalah pelanggaran gencatan senjata terang-terangan yang kesekian kalinya,” ujar pejabat itu.
Dua pejabat AS yang berbicara kepada The Associated Press tanpa menyebut nama menyatakan bahwa Israel telah memberi tahu Amerika Serikat sebelum melancarkan serangan.
Media Israel sebelumnya melaporkan baku tembak antara pasukan Israel dan pejuang Hamas di kota Rafah, Gaza selatan, tetapi Hamas membantah bertanggung jawab atas serangan terhadap pasukan Israel. Militer Israel tidak menanggapi permintaan komentar mengenai laporan tersebut.
Di dalam pesawat Air Force One dalam perjalanan ke Korea Selatan, Presiden AS Donald Trump pada Rabu pagi mengatakan bahwa gencatan senjata yang didukung AS tersebut tidak berada dalam bahaya. “Tidak ada yang akan membahayakan” gencatan senjata itu, tegas Trump.
Isu Pengembalian Jenazah Sandera
Netanyahu sebelumnya menuduh Hamas melanggar kesepakatan yang telah berjalan selama beberapa minggu dengan menyerahkan sisa-sisa jenazah yang keliru dalam proses penyerahan jenazah sandera kepada Israel.
Awalnya, Hamas menanggapi dengan mengatakan akan menyerahkan jenazah sandera yang hilang dan ditemukan di sebuah terowongan di Gaza kepada Israel pada hari Selasa. Akan tetapi, sayap bersenjata Hamas, Brigade Al-Qassam, kemudian mengatakan akan menunda penyerahan yang direncanakan, mengutip apa yang mereka sebut sebagai pelanggaran Israel terhadap gencatan senjata.
Hamas menyatakan mereka mematuhi ketentuan gencatan senjata dan menuduh Netanyahu mencari alasan untuk melepaskan diri dari kewajiban Israel. Di bawah gencatan senjata dalam perang dua tahun itu, Hamas membebaskan semua sandera yang masih hidup sebagai imbalan bagi hampir 2.000 narapidana Palestina dan tahanan perang. Sementara itu, Israel menarik mundur pasukannya dan menghentikan serangan ofensifnya.
Hamas juga setuju untuk menyerahkan sisa-sisa jenazah semua sandera yang tewas yang belum ditemukan, namun mengatakan akan memakan waktu untuk mencari dan mengambil jenazah tersebut. Israel mengklaim kelompok militan itu dapat mengakses sisa-sisa jenazah sebagian besar sandera.
Isu ini telah menjadi salah satu poin utama yang menghambat gencatan senjata, yang menurut Trump sedang ia amati dengan cermat. Netanyahu mengatakan sisa-sisa jenazah yang diserahkan pada hari Senin adalah milik Ofir Tzarfati, seorang warga Israel yang tewas dalam serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang, dan jenazahnya telah ditemukan oleh pasukan Israel pada minggu-minggu awal pertempuran.
Militer Israel mengklaim pria-pria Hamas telah menanam jenazah Tzarfati di lokasi penggalian sebelum memanggil tim Palang Merah dan berpura-pura telah menemukan sandera yang hilang, untuk menciptakan “kesan palsu tentang upaya untuk menemukan jenazah.”
Sebuah video berdurasi 14 menit yang diterbitkan oleh militer menunjukkan tiga pria meletakkan tas putih di lokasi penggalian dan kemudian menutupinya dengan tanah dan batu. Reuters tidak dapat memverifikasi klaim Israel mengenai isi video tersebut. Hamas dan Palang Merah tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Sebelumnya, seorang juru bicara Hamas mengatakan menemukan semua jenazah adalah tantangan karena tingkat kehancuran di Gaza dan kurangnya peralatan yang diperlukan untuk mengambilnya.
Meskipun demikian, “Hamas akan terus mengerahkan segala upaya yang mungkin untuk menyerahkan sisa jenazah sampai masalah ini diselesaikan sepenuhnya dan secepat mungkin,” kata Hazem Qassem kepada Reuters.
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir sama-sama mendesak Netanyahu untuk mengambil tindakan keras terhadap Hamas. Namun, setiap respons kemungkinan besar harus mendapat lampu hijau terlebih dahulu dari Washington, yang menengahi gencatan senjata rapuh yang telah menghentikan perang selama dua tahun ini, kata seorang pejabat senior Israel. Dua sumber keamanan Israel mengatakan bahwa jenazah hanya tiga sandera saat ini berada di luar jangkauan Hamas.
Pencarian jenazah sandera semakin cepat selama beberapa hari terakhir sejak kedatangan alat berat dari Mesir. Buldozer beroperasi di Khan Younis pada hari Selasa, di selatan Jalur Gaza, dan lebih jauh ke utara di Nuseirat, saat para pejuang Hamas bertopeng ditempatkan di sekitar mereka.
Beberapa jenazah diyakini berada di jaringan terowongan Hamas yang membentang di bawah Gaza. Di seluruh daerah kantong itu, tim penyelamat mencari sisa-sisa ribuan warga Palestina yang masih diyakini hilang setelah dua tahun serangan Israel yang menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.***