Pameran Halal Indonesia 2025: Indonesia Miliki Potensi Industri Halal yang Besar

image 750x 68d8072120230

JAKARTA, DMITV.id — Pameran Halal Indo 2025 digelar 25 – 28 September 2025 di ICE (Indonesia Convention Exhibition) BSD City Tangerang Selatan dan dibuka oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Kementerian Agama diwakili Direktorat Jaminan Produk Halal berpartisipasi buka stan (booth) pada event tahunan yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian itu.

Kemitraan Direktorat JPH dengan Pusat Industri Halal Kementerian Perindustrian merupakan tindaklanjut dari kunjungan kerja ke Pusat Industri Halal tanggal 21 Agustus 2025 yang diterima oleh Kepala Pusat, Kris Sasono Ngudi Wibowo.

Belakangan industri halal banyak diperbincangkan dikaitkan dengan prospek perkembangan ekonomi syariah di tanah air dan di berbagai negara. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar memiliki potensi industri halal yang luar biasa.

Barometer kemajuan industri halal, selain kualitas produk dan inovasi digital perlu memberi perhatian pada serapan tenaga kerja guna menanggulangi masalah pengangguran dan kemiskinan. Prospek industri halal tidak hanya menguntungkan bagi pelaku usaha dari umat Islam saja. Manfaat industri halal bersifat universal sesuai dengan ajaran Islam yang diturunkan untuk kepentingan seluruh umat manusia.

Laporan Ekonomi Syariah Global Tahun 2024/2025 atau SGIER (State of the Global Islamic Economy Report) seperti dipaparkan Menteri Perindustrian dalam pembukaan Halal Indo 2025 mencatat bahwa konsumsi umat Islam di dunia untuk 6 sektor ekonomi syariah, yakni makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, busana muslim, pariwisata ramah muslim, media dan ekonomi kreatif, mencapai USD 2,43 triliun tahun 2023 dan diprediksi meningkat menjadi USD 3,36 triliun pada 2028.

Indonesia masuk dalam top 5 negara dengan investasi terbesar di sektor industri halal dengan nilai USD 1,6 Miliar, disusul Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, Maroko dan Malaysia. Tiga sektor industri halal terbanyak di negara kita ialah industri makanan (130.111 industri), industri minuman (10.383 industri), dan industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional (1.633 industri). Sementara itu dalam neraca ekspor Indonesia menempati urutan ke-9 negara eksportir produk halal ke negara-negara anggota OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) dengan total nilai ekspor per tahun mencapai USD 230,39 Miliar.

Kementerian Perindustrian menetapkan arah kebijakan pengembangan industri halal Indonesia terdiri dari: penguatan ekosistem halal, perluasan pasar, penguatan kerja sama, peningkatan daya saing produk, dan pengembangan sumber daya manusia.

Pada Oktober 2026 mendatang adalah batas waktu wajib sertifikasi halal sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 diberlakukan untuk semua produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, barang gunaan dan kemasan produk.

Sertifikasi halal perlu dilihat secara positif sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari etika bisnis untuk melindungi hak-hak konsumen. Sertifikasi halal memberi keuntungan bagi produsen, di antaranya: (1) Dapat meningkatkan kepercayaan konsumen karena terjamin kehalalannya, (2) Memiliki USP (Unique Selling Point) atau nilai jual yang unik, (3) Mampu menembus pasar halal global, (4) Meningkatkan marketability (daya jual) produk di pasar, dan (5) Investasi yang murah jika dibandingkan dengan pertumbuhan revenue (pendapatan) yang dapat dicapai (Ramlan dan Nahrowi, Pusat Riset dan Pengembangan Produk Halal Unair: 2019).

Sertifikasi halal memberi nilai tambah dan daya saing produk dalam negeri di pasar domestik dan global khususnya ke negara-negara yang mensyaratkan jaminan produk halal. Jaminan produk halal telah menjelma menjadi tren baru dalam ekonomi global yang diikuti banyak negara.

Generasi muda memiliki potensi dan peran penting di sektor industri halal yang sedang berkembang. Menurut data statistik bonus demografi generasi millenial dan generasi-Z mencapai 47 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Para industrialis baru dari generasi muda harus diciptakan agar Indonesia ini tidak hanya jadi pasar bagi produk-produk impor, melainkan jadi negara produsen yang diperhitungkan.

Saya menggarisbawahi kesimpulan Prof. Dr. Mohammad Nur Rianto Al Arif, Guru Besar FEB UIN Syarif Hidayatullah yang kini menjabat Asisten I Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan bahwa Industri Halal bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2045. Untuk bangsa dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, memaksimalkan industri halal bukan hanya logika ekonomi, tetapi strategi kedaulatan ekonomi. Kita dapat melakukan kampanye global Made-in-Indonesia: Halal & Sustainable sebagai brand nasional. Indonesia harus mampu mengubah status dari konsumen besar menjadi produsen dan pengekspor berkualitas.

Substansi halal bukan sekadar proses sertifikasi dan labelisasi produk. Halal bermakna lebih luas sebagai gaya hidup atau diistilahkan Halal Lifestyle. Salah satu pesan Al-Quran (QS Al Baqarah [2]: 168) mengenai kesehatan menganjurkan kepada segenap manusia agar mengonsumsi pangan yang halalan thayyiban (halal dan juga baik). Islam mengingatkan untuk tidak sembarang mengonsumsi pangan dan kita harus memiliki perisai guna memastikan produk yang dikonsumsi dijamin halal. Menurut para ahli konsumsi pangan mempengaruhi kesehatan jiwa dan jasmani manusia. Pengertian thayyiban dapat diartikan baik, bergizi, aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.

Kehalalan produk bukan sekadar label dan logo, tapi secara idealitas merefleksikan nilai-nilai spiritualitas sesuai dengan keyakinan masyarakat yang percaya dengan keberkahan. Keberkahan tidak ditemukan dalam kamus ekonomi, namun dampaknya nyata dalam kehidupan. Produk yang dikonsumsi atau bersentuhan dengan konsumsi umat harus terjamin kehalalannya sesuai standar halal yang ditetapkan oleh otoritas berwenang yaitu Majelis Ulama Indonesia. Para praktisi halal di semua sektor perlu mengawal keseimbangan dimensi agama dan dimensi ekonomi, dimensi moral-spiritual dan dimensi material-capital, dalam pengembangan industri halal.

Proses jaminan produk halal harus senantiasa terjaga secara prosedur dan substansi serta terhindar dari fraud yang merugikan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Seluruh alur proses pelayanan, pendampingan, pemeriksaan dan penetapan status halal harus bersih dari segala rupa praktik pemalsuan, suap, gratifikasi dan korupsi.

Konsep “halalan thayyiban” dalam Al Quran memberi dorongan terbesar terhadap kreativitas dan inovasi sains dan teknologi yang dipandu nilai-nilai agama. Salah satu contoh, haramnya enzim dan lemak babi menjadi stimulan bagi umat Islam untuk menciptakan bahan alternatif yang halal dan aman bagi kesehatan serta bernilai ekonomis. Oleh sebab itu riset bioteknologi dan manufaktur industri halal perlu dikembangkan di negara-negara berpenduduk muslim. Inovasi halal di sektor industri berkontribusi besar mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan bangsa. (Sumber: Kemenag.or.id)

Total
0
Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts