Muhammadiyah: Tauhid sebagai Akar Peradaban

cd3f607b 7e5d 4ad6 84f1 cb471b10c1b3 750x536

YOGYAKARTA, DMITV.id  – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Kiai Saad Ibrahim menekankan pentingnya tauhid sebagai fondasi utama kejayaan Islam sepanjang sejarah.

Pandangan tersebut Kiai Saad sampaikan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam acara Seminar Sehari Risalah Akidah Islam yang digelar Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Sabtu (27/09).

Dalam paparannya, Kiai Saad mengisahkan momen tiga tahun sebelum Nabi Muhammad Saw hijrah, ketika para pemimpin Quraisy mendatangi Abu Thalib yang sedang sakit dan pada saat yang sama menghendaki pertemuan dengan Rasulullah Saw. Nabi kemudian menyatakan kesediaannya berdialog dengan syarat mereka mengucapkan La Ilaha Illallah.

“Ungkapan sederhana ini kelak menaklukkan Persia dan Romawi, dan pada masa Umar bin Khattab, kekuasaan Islam berkembang dengan dahsyat hingga melahirkan peradaban yang tegak berabad-abad. Semua berakar dari tauhid dan keimanan,” ujarnya.

Ia juga menyinggung ayat Al-Qur’an, “La tahzan innallaha ma‘ana” (QS. At-Taubah: 40), yang berarti “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”. Menurutnya, kalimat ini mengandung pesan abadi agar umat Islam tidak berputus asa, tetap sabar, dan yakin bahwa Allah selalu menyertai hamba-Nya.

Lebih lanjut, Kiai Saad menekankan bahwa potensi bertuhan merupakan fitrah yang melekat pada setiap manusia. “Di manapun dan dalam peradaban apapun, manusia selalu mengenal adanya sesuatu yang tinggi. Menyusun risalah akidah tidak sekadar menulis, tetapi harus menghadirkan pandangan segar. Ini pekerjaan besar dan tidak mudah,” katanya.

Dalam pemaparannya, ia juga mengaitkan isu akidah dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern. Ia mencontohkan teori kuantum yang sering terdengar misterius namun mampu menjelaskan fenomena yang tidak dapat diterangkan fisika klasik.

“Kalau dianalogikan dengan perdebatan Jabariyah dan Qadariyah, hadis tentang mengikat unta bisa menjadi ilustrasi. Ikhtiar itu ada, tapi hasilnya tetap berada dalam kekuasaan Allah. Risalah akidah perlu mampu menyajikan pemahaman dengan pola pikir semacam itu,” jelasnya.

Kiai Saad juga mengingatkan bahwa persoalan akidah sudah sejak awal menjadi fokus Al-Qur’an, sebagaimana terkandung dalam kata iqra yang terhubung dengan bismi rabbika. Dalam konteks literasi digital masa kini, ia menilai penting untuk menambahkan dimensi teologis. “Jika tidak, manusia akan tercerabut dari arah spiritualnya,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menjelaskan tentang hirarki epistemik dalam Islam yang meliputi wahyu, akal pikiran, pembuktian empiris, dan intuisi. Perdebatan filosof muslim seperti Ibnu Rusyd yang menempatkan akal tertinggi dan Al-Ghazali yang lebih mengutamakan intuisi, menurutnya, tetap bersepakat bahwa Tuhan adalah puncak dari semua pengetahuan.

“Ketika intuisi ditinggalkan, memang kemajuan luar biasa bisa dicapai, tetapi arah spiritual manusia hilang. Setiap kali teknologi berkembang, manusia justru semakin jauh dari Tuhan. Pada akhirnya, akan tiba masanya manusia kembali mencari spiritualisme. Karena itu, risalah akidah perlu hadir untuk menyiapkan kerangka pemahaman baru menghadapi era itu,” pungkasnya.

Seminar ini menjadi titik awal bagi Muhammadiyah untuk memperkuat gagasan penyusunan Risalah Akidah Islam yang relevan dengan tantangan zaman sekaligus meneguhkan peran Islam Berkemajuan di kancah global. (Sumber: Muhammadiya.or.id)

Total
0
Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts