Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir hadiri peresmian Gedung AR-Fachruddin, Masjid Darussalam, dan Gedung Ahmad Dahlan SD Muhtadin di Madiun pada Sabtu (06/09).
MADIUN, DMITV.id – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan bahwa keberhasilan Muhammadiyah membangun amal usaha di berbagai bidang merupakan bukti nyata peran sosial-keagamaan persyarikatan sejak berdiri lebih dari seabad silam.
Hal itu disampaikan dalam acara peresmian Gedung AR-Fachruddin, Masjid Darussalam, dan Gedung Ahmad Dahlan SD Muhtadin di Madiun pada Sabtu (06/09).
“Kenapa Muhammadiyah bisa seperti itu? Karena kita membangun bangsa dan negara ini dengan relasi yang sangat positif,” ujar Haedar.
Sejak berdiri pada 1912, Muhammadiyah telah merintis berbagai amal usaha di bidang kesehatan, pendidikan, sosial, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya. Keberhasilan ini lahir dari kombinasi sumber daya manusia yang unggul, jaringan yang luas, serta keterbukaan dalam berkolaborasi dengan pemerintah dan berbagai gerakan sosial.
Haedar menekankan, semangat Muhammadiyah sejak awal adalah bagian dari ikhtiar meraih kemerdekaan, sekaligus mengisi kemerdekaan dengan kemajuan. Komitmen itu, katanya, diwujudkan dalam pandangan Muhammadiyah bahwa negara Pancasila adalah darul ahdi wa syahadah. Ini adalah sebuah konsensus luhur yang harus dihidupi dengan pengkhidmatan.
“Kita berkomitmen menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Tapi tidak hanya komitmen, Muhammadiyah memandang harus disertai dengan usaha membangun,” tegasnya.
Lebih jauh, Haedar mengaitkan visi kemajuan bangsa dengan nilai-nilai Islam berkemajuan yang digali dari Al-Qur’an. Ia menyinggung pemaknaan Surat Al-Baqarah ayat 143: “Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu umat yang tengahan” (Wa kadzālika ja‘alnākum ummatan wasathā).
Menurutnya, ayat tersebut menegaskan pentingnya membangun umat yang tengahan, moderat, adil, seimbang, dan terbaik. Nilai inilah yang menurut Haedar harus terus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa, sehingga Indonesia menjadi rumah bersama yang maju, damai, dan berperadaban.
Selain itu, Haedar juga menyinggung Surat Ar-Ra’d ayat 11: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Inna Allāha lā yughayyiru mā biqaumin ḥattā yughayyirū mā bi’anfusihim).
Ia menekankan bahwa pesan Al-Qur’an ini harus diterjemahkan dalam etos kerja, inovasi, dan daya juang umat Islam, sehingga perubahan yang diinginkan benar-benar lahir dari usaha kolektif, bukan sekadar harapan atau retorika.
“Dari spirit inilah Muhammadiyah ingin membangun umat yang terpanggil untuk mengubah nasib kehidupan dengan usaha dan kerja nyata,” jelas Haedar. (Sumber: Muhammadiyah.or.id)